chaika-tm.com – Tahun 2019, Presiden mengeluarkan Ketentuan Presiden nomor 63 tahun 2019 mengenai Pemakaian Bahasa Indonesia. Apa sekiranya yang ditata dan apa dampaknya ke komunikasi kita di kehidupan setiap hari? Pokok ketentuan itu ada di Bab II, Sisi 1, Pasal 2, mengenai “Ketetapan Pemakaian Bahasa Indonesia”. Tercantum dalam Bab II, Sisi 1, jika “Pemakaian Bahasa Indonesia harus penuhi persyaratan Bahasa Indonesia yang benar dan baik”. Berikut akan diulas persyaratan bahasa Indonesia yang benar dan baik.

Menggunakan bahasa Indonesia yang bagus bermakna jika kita harus memakai bahasa Indonesia sesuai kerangka menggunakan bahasa yang sesuai dengan nilai sosial warga. Ketentuan ini terkait pemakaian macam bahasa secara tulis dan lisan untuk keperluan berbicara. Macam bahasa dari segi pemakaian bahasa ada dua, yakni macam resmi dan macam non-formal. Ada dua hal yang kita lihat dalam kalimat ini. Pertama, menggunakan bahasa sesuai konteksnya dan, ke-2 , menggunakan bahasa sesuai dengan nilai sosial warga. Hal tersebut sebagai argumen kenapa Kurikulum 2013 memakai pendekatan berbasiskan text dalam edukasi menggunakan bahasa, baik bahasa Indonesia atau bahasa yang lain. Bahasa dikenalkan ke pelajar dalam konteksnya dan tidak sebagai satuan-satuan kata yang berdiri dengan sendiri. Dengan begitu, pelajar hadapi beberapa konsep bahasa sejak awal kali. Contohnya, ketidaksamaan pemakaian kata hanya dan cuma. Adapun, bahasa Indonesia yang bagus terkait dengan nilai sosial warga. Maknanya, pada waktu memakai bahasa, wajib jadi perhatian ke siapakah kita berbicara. Berbicara dengan rekan pasti berlainan secara berbicara sama orang tua. Kata saya dipakai ke beberapa teman dan kata saya dipakai ke orang lebih tua atau yang disegani. Dalam masalah ini, kesantunan menggunakan bahasa mulai diberikan.

Baca Juga  : 4 Kosa Kata Korea yang Familiar

Menggunakan Bahasa Indonesia yang betul bermakna jika harus dipakai Bahasa Indonesia

yang sesuai aturan atau ketentuan bahasa Indonesia. Aturan bahasa Indonesia mencakup aturan gaya bahasa, aturan ejaan, dan aturan pembangunan istilah. Aturan gaya bahasa dan aturan pembangunan istilah terkait dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis. Pemakaian bahasa yang tidak memerhatikan aturan gaya bahasa akan memusingkan. Contohnya, kekeliruan gaya bahasa dalam kalimat “Karena kerap kebanjiran, gubernur larang pembangunan gedung di situ”. Apa “gubernur” yang kerap kebanjiran atau “sesuatu wilayah”? Kekeliruan semacam itu umum terjadi dalam kalimat majemuk. Aturan ketatabahasaannya ialah “Dalam kalimat majemuk bertingkat, subyek dalam anak kalimat bisa ditiadakan bila induk kalimat dan anak kalimat memiliki kandungan subyek yang masih sama”. Dalam kalimat contoh, subyek pada induk kalimat tidak sama dengan subyek pada anak kalimat. Mengakibatkan, subyek pada anak kalimat wajib datang. Aturan pembangunan istilah terkait pemakaian kata resapan. Sering, diketemukan perkataan “Selamat pagi. Selamat jalankan aktivitas ini hari”. https://chaika-tm.com/

Pemakai bahasa tidak dengan jeli membandingkan penulisan aktif dan kegiatan karena dengan bahasa Indonesia bunyi [f] dan [v] tidak membandingkan makna. Contoh yang lain, dalam kalimat Pernyataannya memperlihatkan segi gentle dari dianya. Semestinya, istilah yang dipakai ialah gentlemen. Ke-2 kata karakter ini berlainan makna. Kata gentle bermakna ‘lemah lembut’, dan gentlemen bermakna ‘lelaki yang memiliki norma, kepribadian, dan beradab bahasa halus’. Pemakaian istilah asing, seharusnya, dibarengi pengetahuan mengenai bahasa asing yang dipakai.

Adapun aturan ejaan cuma terkait dengan pemakaian bahasa Indonesia tulis dan terkait dengan 2 hal. Pertama, aturan ejaan terkait dengan penulisan kata, contohnya sekedar bukan *sekedar; antara bukan *diantara kebalikannya dilihat bukan *di saksikan. Ke-2 , aturan ejaan terkait dengan pemakaian pertanda baca. Contohnya, “Yok, kita makan, Eyang” akan berlainan maknanya dengan “Yok, kita makan Eyang”. Kalimat pertama ‘mengajak eyang untuk makan bersama’, dan kalimat ke-2 bermakna ‘mengajak kita untuk makan eyang’. Pemakaian koma yang kecil hasilkan ketidaksamaan makna yang lebih besar.

Lantas, apa itu bermakna jika kita harus terus menggunakan bahasa macam resmi? Di saat kita bicara dengan tukang sayur atau ke rekan, kita pasti tidak butuh memakai macam resmi. Masalahnya ialah apa pada waktu menggunakan bahasa macam non-formal, kita harus terus menghiraukan aturan menggunakan bahasa? Jawabnya ialah ya! Memakai aturan dalam macam non-formal bermakna memakai diksi yang sama sesuai dan pas dan memakai aturan gaya bahasa yang betul. Contohnya, pada waktu beli bakso, jangan menjelaskan, “*Bang, saya bakso pakai bihun.” Kalimat itu bukan kalimat yang betul. Saya bukan bakso, saya orang. Menjadi kalimat yang benar dan baik, cuma diperlukan satu kata, yakni “ingin” jadi “Bang, saya ingin bakso pakai bihun.”

Maka menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan baik bermakna sampaikan pikiran dengan informasi yang komplet dengan teratur. Macam bahasa yang dipakai bisa berbentuk macam bahasa resmi atau non-formal, tergantung pada konteksnya.